Bersepeda: Demi Sehat atau Sakit?
Bersepeda sih bersepeda, tapi jangan jadi sumber penularan penyakit ya, Tuan dan Puan! Save Lapangan Merdeka!
Memang benar adanya bahwa manusia itu makhluk sosial, bukan individualis. Artinya, manusia saling membutuhkan. Interdepedensi istilah ilmiah saya. Jadi, jika ada manusia benar-benar lebih memilih “menyendiri” berarti dia sedang “sakit”. Sakit kejiwaan barangkali.
Namun ada kalanya menyendiri itu penting dan harus. Istilah zaman NOW-nya social and physical distancing alias jaga jarak, baik secara sosial/komunal maupun secara fisik. Tidak boleh terlalu dekat dalam berinteraksi. Minimal jaraknya enam kaki atau 1, 5 meter. Memang tidak benar-benar menyendiri. Boleh disebut menyendiri berjarak. Hahaha..
Kenapa bisa begitu? Kita semua sudah tahu dan mengerti apa alasannya. Tidak lain, tidak bukan karena penyebaran virus Corona alias si COVID-19 itu. Ini lawan manusia terberat saat ini. Dia kasat mata tapi nyata. Ada di mana-mana dan tak terkira. Di sekitar kita. Dia bisa menempel di mana-mana. Bisa bertahan di suatu tempat sekitar tujuh jam.
Kesal kita memang dibuatnya. Semua manusia geram karena semua aktivitas nyaris lumpuh karena pergerakannya. Pergerakan yang makin dipercepat karena banyaknya manusia-manusia tak disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan yang sudah ditetapkan oleh badan kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) itu.
Lapangan Merdeka dan Sepeda
Tak disiplin yang saya maksud itu adalah masifnya manusia-manusia bebal yang susah menerima dan melaksanakan imbauan sekaligus peringatan yang ada. Semua susah diingatkan, baik dari yang tidak makan bangku sekolahan hingga yang makan bangku sekolahan pun abai terhadap peringatan yang ada.
Sekadar mengingatkan, di masa pandemi virus Corona saat ini, semua warga dunia --- catat warga dunia ya, Bro and Sis --- harus mematuhi protokol kesehatan, antara lain jaga jarak (minimal 1,5 meter), wajib pakai masker standar kesehatan, dan mesti selalu cuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
Gampang, kan? Namun tetap saja banyak yang tak peduli. Semua menganggap dirinya kebal dari “tempelan” virus bergerigi ini. Bahkan ada yang berani bilang,”lebih baik mati kena virus daripada mati kelaparan.” Coba bagaimana itu? Nyeleneh, kan?
Setahu saya belum ada yang mati kelaparan karena virus ini. Pemerintah masih sanggup “ngasih” makan kita-kita yang terdampak. Sebagai balasannya, kita semua wajib untuk ikuti aturan kesehatan tersebut agar beban pemerintah bisa berkurang sedikit demi sedikit dalam mengatasi wabah ini. Bukan sebaliknya.
Nah, terkait keabaian ini, Minggu kemarin (28/6/2020) saya memutuskan untuk melihat langsung bagaimana sebenarnya keramaian tak disiplin yang santer diberitakan lewat media massa dan grup-grup akun media sosial saya perihal keramaian pesepeda di Lapangan Merdeka, Medan, Sumatera Utara.
Terbukti memang, masih cukup banyak manusia yang cuek dan tidak patuh terhadap aturan kesehatan dan sosial terkait penanganan penyebaran COVID-19 ini. Banyak pesepeda yang tidak mematuhi aturan tersebut. Semaunya saja. Seakan-akan business as usual. Sudah kembali normal. Padahal ada petugas terkait di tempat. Apa karena New Normal?
New normal atau kehidupan normal baru itu, ya, maksudnya saya, Anda dan kita semua harus menjalankan kehidupan dengan cara-cara baru dengan pola 3M: menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan. Itu fatwanya. Apa kita mesti dicambuk dulu baru mengerti seperti yang di India itu? Jangan sampai kita seperti, maaf, hewan. Harus dicambuk atau dicemeti dulu baru paham dan mau patuh.
Internet
Makin Bertambah
Rilis terbaru dari WHO (Senin, 29/6/2020) menyebutkan total penderita positif COVID-19 telah mencapai SEPULUH JUTA ORANG di seluruh dunia. Dengan total kematian lebih dari LIMA RATUS RIBU MANUSIA. Dan tren ini akan terus bertambah karena masih lebih banyak manusia yang tidak patuh. Apalagi telah muncul beberapa kasus baru gelombang kedua (second waves) di beberapa negara seperti Jerman, Korea Selatan, Spanyol, Inggris dan Tiongkok sebagai negara awal bermulanya penyebaran virus ini.
Data terakhir Amerika Serikat masih menempati urutan teratas dengan penduduk terbanyak yang terjangkit penyakit ini. Lebih dari DUA SETENGAH JUTA insan dan yang meninggal sebesar 129K, sembuh sebanyak 826K. Banyak yang mati sia-sia. Bergidik bulu roma saya membayangkannya. Apa Anda tidak?
Bahkan saking kesalnya melihat angka-angka itu, Paman Anthony Fauci, salah seorang ahli virus terkemuka di Amrik sana bilang,” Saya tidak akan terkejut lagi bila sebentar lagi jumlah pengidap positif COVID-19 di negara ini akan tembus 100K per hari.” Sebabnya, karena warga Amerika Serikat ini juga banyak yang tidak patuh.
Bicara-bicara, Indonesia sendiri sudah masuk tiga puluh besar dunia dalam daftar negara dengan penderita terbanyak. Itu sebabnya juga dalam rapat paripurna minggu lalu (18/6/2020) Presiden Jokowi kelihatan kesal melihat kinerja kabinetnya yang belum maksimal dalam upaya menangani penyebaran virus ini, termasuk juga mungkin melihat tingkat kepatuhan masyarakatnya yang masih rendah.
Internet
Sebagai perbandingan, hingga hari ini belum ada yang meninggal di Vietnam terkait virus ini. Karena apa? Sederhana saja. Karena mereka patuh dan disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan yang sudah ditetapkan WHO dan pmerintahnya di sana.
Mau Sehat atau Sakit?
Kembali ke locus atau tempat kejadian perkara (TKP) Lapangan Merdeka, Medan. Bersepeda itu pada dasarnya bagus dan sangat dianjurkan untuk kesehatan dan juga mengurangi polusi udara. Terkait hal ini, ada istilah Bike to Work (B2W), bersepeda ke kantor dan Bike to School (B2S), bersepeda ke sekolah selain berepeda santai ataupun touring.
Saya meminta kepada Anda dan kita semua untuk mematuhi aturan protokol kesehatan agar kita semua bisa tetap sehat, aman dan nyaman dalam menjalankan aktivitas kita sehari-hari.
Silakan bersepeda ke mana saja. Namun patuhilah aturan kesehatan dan sosial yang sudah ada. Tidak perlu berkumpul atau bergerombol terlalu lama. Mari bersepeda demi kesehatan. Jangan bersepeda untuk jadi sakit.
Pilihan ada di tangan kita: mau sehat atau sakit. Saya yakin kita semua akan memilih sehat. Sekali lagi, saya mengajak Anda dan kita semua untuk sama-sama mematuhi protokol kesehatan dan sosial yang ada. Perlu pengorbanan bersama agar virus ini tidak menyebar lebih masif dan menjangkiti lebih banyak manusia. Lebih bersabarlah dalam situasi seperti ini. Semua dimulai dari kita masing-masing.
Salam gowes, salam sehat! Sehat-sehat kita ya, Bro and Sis, Tuan dan Puan!
—————————————————————————————————————
Anda dapat membaca versi Inggrisnya di sini. Anda juga dapat membaca artikel-artikel lainnya di sini dan sini.