“Membedah” Pendidikan Kejuruan Kita
Melihat is perut pendidikan kejuruan dan obat apa yang cocok diminum
private photo
Siapapun kita atau apapun usaha dan perusahaan yang kita jalankan, pasti kita menginginkan kesuksesan atau keberhasilan. Namun kadangkala tidak semua hal yang direncanakan bisa berjalan seperti yang telah dirancang. Terkadang ada hambatan ataupun masalah yang timbul, baik dari internal maupun eksternal diri ataupun institusi/perusahaan bersangkutan. Untuk itu, perlu dilakukan eksaminasi ataupun analisis terhadap segala potensi yang bisa melancarkan ataupun menghambat laju harapan dan goal yang sudah kita tetapkan.
Berbicara dari perspektif dunia usaha dan dunia industri, ada macam-macam jenis analisis, sebutlah analisis kelaikan tempat usaha/industri, analisis kelayakan dan kebutuhan pasar, analisis perilaku konsumen, bahkan ada analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman.
Dan kebutuhan akan analisis ini pun telah berkembang sangat luas melingkupi semua aspek kehidupan, tidak hanya terbatas pada aspek dunia usaha dan dunia industri semata. Dan semua analisis tersebut termaktub dalam satu istilah yang dikenal sebagai analisis SWOT.
SWOT adalah singkatan dari strength, weakness, opportunity dan threat. “SWOT analysis is a historically popular technique through which managers create quick overview of a company’s strategic situation” ( Pearce, II & Robinson, 2011,p.140). Artinya, SWOT adalah teknik analisis populer yang biasa digunakan para manajer dalam mengambil keputusan terbaik terkait situasi terkini yang dihadapi dalam perusahaan mereka.
Dan melihat situasi dunia pendidikan kita sekarang ini, terutama pendidikan kejuruan, wajib bagi para pemangku kepentingan pendidikan, terutama para pengambil kebijakan strategis untuk mengaplikasikan teknik tersebut guna mendapatkan solusi terbaik mengatasi permasalahan pendidikan kejuruan (vokasi) di Tanah Air.
Berikut beberapa uraian dari apa yang kita sebut sebagai kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan dalam dunia pendidikan kejuruan atau vokasi kita.
Strength (Kekuatan)
Pada praktiknya sesungguhnya analisis SWOT ini melibatkan para pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusannya. Para pihak tersebut dimintai pendapat dan pemikirannya mengenai satu permasalahan. Hasil dari keseluruhan masukan inilah yang nantinya menjadi referensi bagi pengambil kebijakan untuk menelurkan keputusan akhirnya.
Berbicara tentang kekuatan atau potensi keunggulan pendidikan kejuruan Indonesia, kita bisa mengulasnya dari sudut pandang kekayaan alam yang berlimpah yang bisa dijadikan dan dikembangkan menjadi produk unggulan bangsa di kemudian hari. Selain, tentu saja, dari potensi sumber daya manusia dan potensi industri-industri yang telah ada, semisal P.T Dirgantra Indonesia, P.T PAL dan lain-lain. Tak kalah pentingnya juga adalah dukungan dari pemerintah.
Untuk itu, sebagai negara agraris dan maritim dunia yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil di dalamnya, tak tanggung-tanggung, Presiden Jokowi pun telah menetapkan Indonesia bakal menjadi poros maritim dunia, mengacu kepada besaran dan luasan pantai dan garis pantai yang ada. Hal yang sama juga dikembangkan pada lahan daratannya. Indonesia harus swasembada dalam sektor pertanian dan peternakan.
Dan untuk mengolah semua kekayaan ini tentu menjadi sangat penting bagi Indonesia untuk memiliki tenaga-tenaga terampil dan mahir lokal untuk mengurusnya agar tidak menjadi paradoks di kemudian hari. Salah satu persyaratan untuk memujudkan hal tersebut adalah melalui pembenahan kurikulum pendidikan vokasi.
Keniscayaan ini menjadi begitu penting mengingat derasnya arus perubahan dunia dalam segala bidang, tak terkecuali bidang kejuruan seperti teknologi informasi dan industri yang jamak kita kenal sebagai revolusi industri 4.0 dan internet of things (IoT).
Weakness (Kelemahan)
Terkait hal-hal yang masih kurang atau dalam hal ini disebut kelemahan (weaknesses) dari pendidikan dan kurikulum sekolah kejuruan yang ada di Tanah Air, bisa dikategorikan sebagai berikut: 1) kurikulum yang ada belum sepenuhnya menerapkan prinsip link and match dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri yang ada, yang terus bergerak dengan dinamis. Perusahaan kerap mengeluhkan bahwa lulusan vokasi tidak sesuai kebutuhan mereka; 2) belum ada spesialisasi kejuruan yang mencerminkan kekhasan suatu daerah. Ambil contoh, jika suatu daerah dikenal memiliki kekhasan pertanian, maka sudah sepatutnya di daerah tersebut dibuka sekolah kejuruan yang berbasis pertanian juga. Begitu seterusnya; 3) banyak dari jurusan yang ada di sekolah kejuruan tidak mutakhir alias sudah jenuh. Maksudnya adalah banyak dari lowongan kejuruan yang ada itu sudah tergantikan oleh otomatisasi mesin dan teknologi. Semisal lowongan untuk kasir bank yang sudah semakin menipis tergantikan oleh otomasi. Sebaliknya, ada pekerjaan dengan jumlah lowongan banyak, seperti operator pembangkit tenaga listrik, administrator e-dagang dan multimedia tetapi pelamarnya sedikit sekali. (Kompas, 23/7/2019).
Opportunity (Peluang)
Dilihat dari sisi peluang atau kesempatan, tentulah ada harapan yang terbentang untuk membenahi pendidikan kejuruan kita. Ada beberapa peluang yang bisa diambil, sebutlah semisal menjalin kerjasama dengan berbagai negara maju, pelatihan peningkatan kompetensi dan literasi guru, penyempurnaan kurikulum yang berlandaskan konsep link and match dan tak lupa penerapan high order thinking skills (HOTS) yang menjadi standar dalam dunia pendidikan sekarang ini.
Selain itu, pemerintah perlu mengalokasikan anggaran pendidikan yang tepat sesuai kebutuhan daerah dan nasional mengacu kepada best practices (penggunaan tepat guna) negara-negara maju, perbaikan infrastruktur dan fasilitas layanan sekolah kejuruan di manapun berada, peningkatan kesejahteraan guru secara berkesinambungan dan peluang bagi peningkatan karir dan keilmuan para guru. Berbicara tentang peningkatan keilmuan para guru dan lulusan, baik yang baru lulus maupun yang sudah lama, perlu melakukan pemutakhiran kompetensi secara berkala. Para pengajar dan dosen pun perlu secara rutin mengikuti magang di dunia usaha dan industri agar ilmu dan kompetensi mereka selalu terbarui/termutakhirkan.
Dan sebagai stimulan bagi para pengusaha serta untuk menunjukkan keseriusannya dalam mendukung penguatan dan revitalisasi pendidikan kejuruan di Indonesia, sebagaimana diucapkan Presiden Jokowi dalam Visi Indonesianya beberapa waktu lalu, pemerintah telah memberikan insentif fiskal berupa pengurangan pajak hingga 200 persen bagi perusahaan yang membantu mengembangkan pendidikan dan pelatihan vokasi. Rinciannya adalah insentif pajak 100 persen untuk biaya riil kegiatan vokasi ditambah 100 persen lagi sepanjang tidak mengakibatkan kerugian fiskal.
Agar agenda ini benar-benar terlaksana dengan baik, perusahaan diminta membangun kolaborasi dengan berbagai lembagai pendidikan vokasi, seperti SMK, politeknik, akademi, sekolah tinggi, dan balai latihan kerja. Kerja sama ini diperlukan untuk memastikan perusahaan terlibat membentuk individu-individu yang kelas bekerja untuk perusahaan.
Threat (Ancaman)
Secara umum, ancaman terbesar yang tengah menghadang pendidikan Indonesia adalah belum tersedianya akses pendidikan berkualitas yang meluas, merata dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Belum lagi dari segi sarana dan prasarana infrastruktur fisik pendidikan yang juga masih cukup memprihatinkan. Ada ribuan sekolah yang rusak dan belum diperbaiki. Ada ribuan anak yang putus sekolah dan terancam putus sekolah. Demikian juga halnya dengan pendidikan kejuruan kita.
Yang juga turut memprihatinkan adalah masih rendahnya daya serap dunia usaha dan dunia industri (DIDU) terhadap lulusan sekolah kejuruan yang disebabkan oleh masih rendahnya kualitas lulusan yang ada dan ketidaksesuaian kebutuhan mereka dengan lulusan yang tersedia. Dengan kata lain, belum ada sinkronisasi antara kebutuhan pasar dengan tenaga lulusan yang tersedia.
Tantangan lainnya adalah masih kuatnya pemahaman para orangtua bahwa sekolah kejuruan itu adalah sekolah bagi kelas menengah ke bawah sehingga belum menjadi pilihan favorit mereka.
Ancaman dari luar pun terbilang berat. Lemahnya kualitas SDM kejuruan Indonesia menyebabkan bangsa ini masih sebatas bangsa “pemakai” belum “penghasil”. Alhasil, negara ini menjadi pasar empuk berbagai komoditas dunia. Barang-barang asing membanjiri Indonesia. Sementara kita “kewalahan” membuat produk sendiri.
Harus ada upaya nyata dan inovasi yang mutakhir guna merespon berbagai ancaman nyata dalam dunia pendidikan kejuruan kita karena pendidikan itu, sesuai instruksi dan arahan dari Presiden Joko Widodo, haruslah inovatif, kreatif dan berdaya saing tinggi agar sesuai dengan tuntutan pasar dan perkembangan zaman.
Sebagai sebuah analisis, tentu kajian ini memerlukan eksekusi di lapangan agar nantinya tidak terhenti di meja para pengambil keputusan. Majulah pendidikan kejuruan Indonesia!