Jadi Pembicara atau Pemirsa?
Menjadi pembicara dan pendengar itu sama baiknya. Tapi kalau keduanya berlangsung pada saat yang bersamaan, apa yang kamu pilih Tuan dan Puan?
Rakyat Amerika Serikat sejatinya berbahagia hari ini, 4 Juli. Sebabnya hari ini adalah hari kemerdekaan mereka. Biasanya selalu begitu. Ada banyak kemeriahan di sana. Namun kali ini mereka tidak bisa segembira biasanya. Ada banyak faktor. Beberapa di antaranya perang dagang dengan Tiongkok dan unsur terbesarnya adalah kasus penyebaran virus corona (Covid-19) yang telah menelan banyak korban jiwa di sana.
Suka tidak suka, Amerika Serikat adalah negara terbesar pengidap dan sekaligus penderita korban meninggal terbesar di dunia akibat Covid-19 ini. Sudah lebih dari 2,5 juta jiwa yang terinfeksi. Lebih dari 120K yang meninggal.
Hal ini menimbulkan kebingungan. Begitu juga dengan saya. Akan tetapi kebingungan saya bukan terkait penyebaran virus corona tersebut. Lalu apa? Coba simak saja ulasan saya ini.
Internet
Belum pernah saya seperti sekarang ini. Bingung. Mau pilih yang mana: pembicara atau pemirsa. Sebabnya saya baru sadar ada dua acara yang akan saya jalani berbarengan. Saya tidak tahu apakah saya yang lupa atau bagaimana. Tak ingat saya.
Bermula dari saya terimanya tautan konfirmasi dan pendaftaran acara talkshow (bincang-bincang) terbitnya media cetak baru yang bukan koran. Begitu klaimnya. Namanya harian DI’s Way. Milik Dahlan Iskan. Semua tahu, kan, siapa beliau. Mantan menteri, pengusaha dan pernah jadi bos besar Jawa Pos grup.
Saya tertarik mengetahui apa sih bedanya harian ini dengan yang bukan koran itu? Saya penasaran dan rasa ini bisa membunuh saya kalau saya sampai ketinggalan. Masalah timbul ketika waktu acara disebutkan di undangan itu pukul 19.00. Duaaarrr!
Saya tersentak. Saya baru ingat, baru ngehh, istilahnya bahwa saya juga ada acara yang tak kalah pentingnya. Tentang pendidikan. Di acara ini saya didaulat sebagai narasumber dalam kegiatan webinar berskala internasional. Saya akan berdampingan dengan beberapa pakar terkait dari berbagai negara, seperti India, Malaysia, Filipina, Pakistan, Kolombia, Nikaragua dan Nigeria.
Acara bincang-bincang ini seputar pendidikan ini akan mengulas aplikasi pendidikan bahasa Inggris secara virtual di tengah-tengah ketidakpastian wabah Covid-19. Bagaimana menyampaikan pembelajaran yang menarik dan bermanfaat secara oline atau dalam jaringan. Hal-hal apa yang perlu para pendidik siapkan di masa-masa sulit sekarang ini yang telah mengubah banyak tatanan dunia, tak terkecuali pendidikan.
Coba bagaimana saya tidak bingung. Kedua kegiatan ini adalah dua bidang yang selama ini telah saya 3-T-kan: Telah, Tengah dan Terus geluti, dalami dan jalankan. Yaitu ranah pendidikan dan media. Saya telah berkecimpung di dunia jurnalistik/media selama belasan tahun. Begitu juga dengan dunia pendidikan. Kedua hal tersebut telah menempa dan membentuk jati diri saya.
Di satu sisi saya akan menampilkan sedikit “kebisaan” saya dalam dunia pendidikan. Hal-hal praktis yang terkait di dalamnya. Di sisi lain saya akan menyimak paparan maestro jurnalistik Indonesia. Sungguh suatu situasi sulit.
Situasi sulit ini makin bertambah sulit dan panas...uuuppppsss pedas karena pada saat saya mengetikkan naskah ini saya sedang menyantap mi balap (racing noodle) yang pedas. Wkwkwkwk. Sehingga saya juga dituntut untuk berpikir cepat. Barangkali ada kaitannya rasa pedas cabai yang ada dalam bumbu mi balap itu dengan kecepatan berpikir seseorang. Mungkin saja.
Dan rasa pedas it uterus menghantui saya. Saya berpikir saya harus temukan jalan. Sudah terlintas beberapa di benak saya. Tapi sebelumnya, saya ingin meminta pendapat pembaca saya. Apa yang harus saya lakukan. Untuk itu, silakan tuliskan saran Anda di kolom komentar situs newsletter ini.
Saya tunggu jawabannya, ya!