Hallo, selamat sore para pembacaku yang baik hati, murah senyum, dan mudah menolong, apa kabar? Kembali lagi dengan tulisan saya tentang pendidikan. Mari sama-sama kita sebarluaskan informasi ini, ya! Anda semua bisa bantu saya menyebarkannya di grup-grup media sosial yang Anda punya. Terima kasih.
——————————————————————————————————————
Terpilihnya Nadiem Makarim tampak menjanjikan harapan perubahan mendasar di ranah pendidikan tanah air. Walaupun tak sedikit juga yang langsung menunjukkan sikap dan ide yang kontra dengan penunjukannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Namun beliau tetap layak diberi kesempatan untuk membenahi pendidikan di Indonesia ke arah yang lebih baik.
Setelah membaca isi lengkap pidato Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia periode 2019-2024 terkait perayaan Hari Guru Nasional Tahun 2019 yang diunggah di situs resmi Kemdikbud tersebut, maka saya langsung berkesimpulan bahwa jawabannya adalah para guru harus menjadi guru FIESTA (fun, innovative, entertaining, smart/simple, technology savvy dan autonomous). Secara substansi, isinya relatif bukan hal yang baru. Namun dukungan dan pernyataan langsung dari seorang menteri tetaplah memberikan asa. Apalagi bila melihat latar belakangnya sebagai sosok milenial start up teknologi, tentu pemikirannya sangatlah bernas.
Secara sederhana, para guru harus bisa menjadi sosok-sosok yang menyenangkan, inovatif (penuh daya cipta), menghibur, cerdas dan sederhana dalam pengajaran, mengerti dan mampu menggunakan teknologi dan mandiri. Berkorelasi dengan istilah pembelajaran yang aktif, kreatif, dan mandiri (PAKEM) dalam dunia pendidikan tanah air.
Berikut saya cuplikkan isi pidatonya tersebut.
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Shalom, Om Swastiastu, Namo Buddhaya, Rahayu.
Selamat pagi dan salam kebajikan bagi kita semua, Bapak dan Ibu Guru yang saya hormati. Biasanya tradisi Hari Guru dipenuhi oleh kata-kata inspiratif dan retorik. Mohon maaf, tetapi hari ini pidato saya akan sedikit berbeda. Saya ingin berbicara apa adanya, dengan hati yang tulus, kepada semua guru di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke.
Guru Indonesia yang Tercinta, tugas Anda adalah yang termulia sekaligus yang tersulit. Anda ditugasi untuk membentuk masa depan bangsa, tetapi lebih sering diberi aturan dibandingkan dengan pertolongan. Anda ingin membantu murid yang mengalami ketertinggalan di kelas, tetapi waktu Anda habis untuk mengerjakan tugas administratif tanpa manfaat yang jelas.
Anda tahu betul bahwa potensi anak tidak dapat diukur dari hasil ujian, tetapi terpaksa mengejar angka karena didesak berbagai pemangku kepentingan. Anda ingin mengajak murid keluar kelas untuk belajar dari dunia sekitarnya, tetapi kurikulum yang begitu padat menutup pintu petualangan. Anda frustrasi karena Anda tahu bahwa di dunia nyata kemampuan berkarya dan berkolaborasi akan menentukan kesuksesan anak, bukan kemampuan menghafal.
Anda tahu bahwa setiap anak memiliki kebutuhan berbeda, tetapi keseragaman telah mengalahkan keberagaman sebagai prinsip dasar birokrasi. Anda ingin setiap murid terinspirasi, tetapi Anda tidak diberi kepercayaan untuk berinovasi.
Saya tidak akan membuat janji-janji kosong kepada Anda. Perubahan adalah hal yang sulit dan penuh dengan ketidaknyamanan. Satu hal yang pasti, saya akan berjuang untuk kemerdekaan belajar di Indonesia. Namun, perubahan tidak dapat dimulai dari atas. Semuanya berawal dan berakhir dari guru. Jangan menunggu aba-aba, jangan menunggu perintah. Ambillah langkah pertama.
Besok, di mana pun Anda berada, lakukan perubahan kecil di kelas Anda. Ajaklah kelas berdiskusi, bukan hanya mendengar. Berikan kesempatan kepada murid untuk mengajar di kelas. Cetuskan proyek bakti sosial yang melibatkan seluruh kelas. Temukan suatu bakat dalam diri murid yang kurang percaya diri. Tawarkan bantuan kepada guru yang sedang mengalami kesulitan. Apa pun perubahan kecil itu, jika setiap guru melakukannya secara serentak, kapal besar bernama Indonesia ini pasti akan bergerak.
Selamat Hari Guru, merdekabelajar #gurupenggerak
Wassalamu alaikum warrahmatullahi wabarakatuh, Shalom, Om Santi Santi Santi Om, Namo Buddhaya, Rahayu.
Jakarta, 25 November 2019 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nadiem Makarim
Masalah Pendidikan
Isi pidato tersebut tampak menyiratkan keberpihakan pemerintah melalui sosok menteri pendidikan dan kebudayaan yang baru ini terhadap fungsi, keberadaan dan esensi guru yang selama ini tampak kurang diperhatikan oleh pemerintah. Jamak kita ketahui guru hanya sekadar objek, bukan subjek pembangunan pendidikan di Indonesia.
Hal ini disebabkan terlalu banyaknya aturan dan beban-beban administratif, baik dari pusat, daerah maupun pihak yayasan yang tidak berkorelasi langsung kepada upaya pemberdayaan guru dan siswa secara holistik. Malah ada sekolah yang terlalu mengedepankan pesaingan (kompetisi) ketimbang kolaborasi dengan sekolah lain dalam operasional pendidikannya. Belum lagi kurikulum yang kerap berganti.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa sebagian besar guru-guru mengeluhkan beban administrasi sekolah yang dirasa berlebihan, antara lain menjadi “jurubicara” uang sekolah siswa, menjadi operator kegiatan-kegiatan sekolah yang terlalu padat dan dalam waktu yang berdekatan (semisal pentas seni, festival-festival, aneka kompetisi dan lain-lain), pembuatan RPP tahunan (perlu penyederhanaan halaman dalam pembuatan RPP) dan jam mengajar yang terlalu padat (jam mengajar mungkin bisa menjadi 6 jam pelajaran saja sehari, selebihnya digunakan untuk pengembangan diri guru dan siswa).
Ukuran sekolah bagus atau tidak pun selalu dilihat dari angka-angka: seberapa banyak alumninya yang masuk sekolah atau perguruan tinggi negeri, tingkat kelulusan ujian nasional (UN), tingkat keterserapan dalam dunia kerja, seberapa banyak dan sering memenangkan kompetisi lokal, nasional dan internasional dan level akreditasi. Secara umum lebih mementingkan aspke kognitif semata.
Sementara itu aspek sosial-komunikasi dan keterampilan dunia nyata dalam aplikasi sehari-harinya kurang mendapat porsi yang seimbang. Output pembelajaran menjadi mekanis: sebatas melakukan apa yang sudah diprogramkan. Tak ada ruang berkreasi dan berkolaborasi. Masyarakat pun seakan ikut mengamini tipikal orientasi pembelajaran yang seperti ini.
FIESTA
Menjadi guru FIESTA dengan atmosfer pendidikan yang belum begitu mendukung ke arah kebijkan ini tentu tidak mudah. Menjadi guru yang menyenangkan (baik secara pribadi maupun pengajaran), inovatif (memiliki daya cipta), menghibur (mampu menjadi sumber solusi bagi semua permasalahan siswa), cerdas bagi semua siswa namun sederhana dalam menyampaikan materi pembelajaran, adaptif, terbuka dengan perubahan teknologi dan mampu mengoperasikannya dan menjadi mandiri adalah tantangan berat yang dihadapi para guru selama ini.
Pengekangan kreativitas, inovasi dan kemerdekaan guru mengeksplorasi materi pembelajaran di kelas terjadi dari level pendidikan paling bawah hingga jenjang universitas. Dampaknya para siswa dan mahasiswa pun menjadi tak terbiasa dengan hal-hal baru yang berusaha ditampilkan guru-guru “nekat” tersebut dan cenderung kembali ke pola guru sebagai satu-satunya sumbe belajar.
Oleh karena itu, adanya pidato Mendikbud Nadiem Makarim tersebut setidaknya memberikan harapan baru bagi pendidikan tanah air untuk mampu berseluncur maju di tengah ombak era disrupsi sekarang ini di mana pendidikan seharusnya lebih mengedepankan keunggulan komparatif suatu bangsa dan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat secara global sebab perubahan adalah keniscayaan. Guru harus menjadi sosok FIESTA.
Mari FIESTA-kan pendidikan kita!