Batak Virtual: Dulu, Sekarang dan Masa Depan
Diskusi tentang Batak itu akan selalu menarik dan mungkin penuh intrik. Akan tetapi mari melepas ego sektoral sub suku yang ada dan mulai merajut kembali perbedaan menjadi kekuatan bersama Batak.
Senang sekali rasanya melihat antusiasme para peserta webinar Batak kemarin malam, Minggu (28/2020) yang diselenggarakan oleh Grup FB Sejarah Batak. Ada banyak informasi penting dan bernas yang tersebar dari kegiatan yang dimoderatori oleh Karles Sinaga dan juga dihadiri oleh Bapak Brayan Munthe selaku Dewan Pembina.
Informasi-informasi tersebut antara lain tentang apa itu Batak, bagaimana Batak di masa lalu, perihal konsepsi Batak yang dibentuk oleh para leluhur, tentang Batakologi di semua puak Batak, bagaimana menghilangkan ego sektoral Batak, upaya menyatukan Batak sebagai holding (induk) kesukuan sembari bangga menyematkan identitas sub kesukuan yang ada.
Kemudian, sebab-sebab mengapa ada banyak sub-sub suku Batak, harapan besar bersama bagi Batak dan kelompok-kelompok suku yang ada di dalam naungannya untuk memajukan Batak, bangsa dan negara, serta bagaimana Batak sekarang dan di masa depan. Semuanya digambarkan secara apik dan gamblang.
Ada banyak informasi dari para sumber yang didaulat untuk menyampaikan pemikirannya dalam format seminar sejuk nan bermutu, jauh dari aroma debat tersebut. Semua pemikiran pribadi yang ada dijabarkan dengan lancar dan mengalir.
Yang justru kelihatan sedikit “panas” adalah para penonton webinar tersebut. Terlihat dari komentar-komentar yang sedikit provokatif. Seperti, “ Apakah Batak itu suku atau sebutan?”
Begitulah memang sifat manusia. Sekalipun sudah diwanti-wanti untuk tidak mendebat dan saling menghargai pendapat masing-masing tanpa harus bertegang leher, tetap saja nafsu “menyerang” itu tak tertahankan bagi sebagian orang. Ingin cari perhatian? Tampak lebih menonjol? Ahhh, sudahlah, yang penting tidak sampai bentrok fisik. Hahahaha…
Intinya adalah suku Batak itu adalah kumpulan orang-orang dengan berbagai latar belakang sejarah yang berbeda-beda namun dari satu sumber. Buktinya bisa dilihat dari kesamaan dan kemiripan tata cara adat istiadat masing-masing sub sukunya, Toba, Karo, Simalungun, Mandailing dan Pakpak-Angkola.
Faktor lainnya adalah bunyi-bunyi dan penulisan bahasa antarsuku tersebut yang juga banyak kemiripannya. Juga terlihat dari pakaian-pakaian tradisional masing-masing suku.
Melalui seminar tersebut terbersit keinginan kuat dari para pembicara yang mewakili puak-puak yang ada --- semisal Thompson Hs, Andohar Purba, Zul Margolang, Samuel Siahaan, Andre Nasution, Biring Kembaren, Raja Hasibuan dan Rudi Salam Sinulingga --- untuk menyatukan pemahaman tentang Batak sembari menerima perbedaan yang ada sebagai suatu kekayaan yang menyempurnakan dan membangun.
Batak harus mampu menjadi motor dan tulang punggung negara. Fokus berkiprah memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara apapun pekerjaan yang dilakukan dan di mana pun mereka berada. Tidak lagi bersifat egosentris dan mengklaim Batak itu identik dengan suku tertentu.
Untuk itu, orang Batak tidak perlu malu mengakui identitasnya. Harus tampil apa adanya. Perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan serta pandangan politik tidak harus membuat suku-suku Batak terpecah. Sebaliknya hal itu semua harus menjadi kekuatan besar bersama untuk kebaikan.
Orang Batak juga harus terus belajar, belajar dan belajar. Dari siapa saja dan di mana saja. Harus menerapkan prinsip ATM (amati, tiru dan modifikasi) untuk maju bersama. Juga harus mau mengajarkan budaya dan bahasa sub suku masing-masing kepada para generasi muda dan anak-anak mereka sebagai salah satu langkah menghindari kepunahan budaya dan bahasa daerah yang ada.
Terkait prinsip ATM tersebut, suku Batak bisa belajar dari suku Tionghoa yang tetap mengajarkan bahasa daerahnya, semisal Hokkien, kepada anak-anak mereka. Hal ini dilakukan sebagai pengingat para generasi muda terhadap para leluhur dan warisan yang mereka berikan.
Memang situasi pandemi Covid-19 ini telah menyebabkan disrupsi dan perubahan lansekap masyarakat dalam segala bidang. Jika dahulunya kita bebas bersatu dalam keramaian, maka sekarang kita dan barangkali di masa depan hanya bisa bersatu dalam keramaian virtual.
Menarik sekali apa yang disebutkan oleh salah seorang pembicara dalam webinar tersebut, Thompson Hs, bahwa sekarang itu Batak sudah menjelma menjadi Batak Virtual. Sebab, siapa pernah menyangka bahwasanya diskusi seputar Batak harus dilakukan dalam dunia maya seperti sekarang ini?
Sebab itulah saya tertarik membuat judul tulisan ini menjadi Batak Virtual: Dulu, Sekarang dan Masa Depan. Harapannya adalah Batak yang sedari dulu satu dan besar akan tetap demikian adanya di masa sekarang dan masa depan. Sebab virtualitas telah menyatukan kembali mereka. Setidaknya, dalam webinar tersebut.
Semoga saja. Amin. Horas, Mejuah-juah, Njuah-njuah!
Bacaan lain tentang Batak ada di sini.